Konsultasi AMDAL Tambang emas PT. ASA dianggap kurang partisipatif
Kemdag Masih Garap SVLK Untuk Kayu Impor

Ilustrasi (gambar:medialingkungan)
Medialingkungan.com – Kementerian Perdagangan (Kemdag) masih menggarap penerapan Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) untuk kayu impor. Wakil Menteri Perdagangan, Bayu Krisnamurthi mengatakan, pihaknya masih berunding dengan Asosiasi Pulp dan Kertas mengenai hal tersebut.
“Saat ini importir masih mempertanyakan sistem sertifikasi untuk kayu impor,” kata Bayu kepada wartawan, di Jakarta, Selasa (09/07).
Bayu menjelaskan, ada dua hal yang dipertanyakan oleh pengusaha. Pertama, sertifikasi mana yang diakui internasional karena tidak banyak sertifikasi semacam itu. Kedua, masih belum jelas — apakah kayu-kayu yang sudah dalam produk juga harus dilakukan sertifikasi. Seperti furniture, kertas, dan bahan-bahan yang kemudian jadi bahan baku.
Bayu memaparkan, saat ini Indonesia gencar memperkenalkan SVLK kepada negara-negara lain. Adapun negara yang menyambut positif adalah Amerika Serikat (AS), dimana Indonesia banyak mengimpor kayu seperti Oak dan Cedar. Kedua jenis kayu ini tidak diproduksi di Indonesia.
Bayu menambahkan, AS juga memiliki sistem yang mengharuskan legal logging, meski bukan sistem sertifikasi seperti SVLK.
“Untuk bisa membuat sistem kita dianut oleh mereka, ini masih dalam proses. Saya kira kita ingin industri kita bisa survive,” katanya.
Bahkan menurut Bayu, Malaysia sudah ikut membuat sertifikasi meski masih terkendala pada urusan diplomasinya.
“Salah satu negara yang akan meniru sistem itu (SVLK) adalah Malaysia, tapi masih ada problem diplomatik. katanya.
Hingga saat ini, Malaysia belum bisa memberlakukan sistem SVLK yang dimilikinya. Pasalnya, pemerintah Malaysia tidak memasukan atau mengecualikan negara bagian Serawak masuk ke dalam sistem tersebut.
Serawak merupakan wilayah yang berdekatan dengan wilayah hutan alam Indonesia. Tidak dimasukkannya wilayah ini berarti melanggar kesepakatan internasional terkait perdagangan kayu legal pada skala global.
“Malaysia berusaha mengecualikan Serawak dan kita protes. Dalam kesepakatan hukum internasional tidak bisa dalam satu negara ada daerah yang dikecualikan dalam satu perjanjian,” katanya.
Kendati demikian Malaysia masih bersikeras memakai sistem tersebut; Bayu menegaskan, jika ada negara yang mengakui ketentuan tersebut, maka tergolong telah melanggar perjanjian internasional. (AH)