Konsultasi AMDAL Tambang emas PT. ASA dianggap kurang partisipatif
Petani Keluhkan Penerapan SNI pada Biji Kakao
Medialingkungan.com – Kementerian Pertanian mewajibkan pelabelan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk seluruh biji kakao milik petani, guna meningkatkan daya saing dan nilai tambah serta mendukung pengembangan industri berbahan baku kakao dalam negeri.
Mentan, Suswono mengungkapkan, aturan ini akan berlaku secara total pada tahun 2016 nanti. Peraturan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Pertanian No.67/Permentan/OT.140/5/2014 tentang persyaratan mutu dan pemasaran biji kakao.
Pemerintah mengklaim bahwa untuk menggenjot daya saing dan meningkatkan nilai tambah, petani kakao nasional harus memenuhi SNI untuk bisa menjual biji kakaonya. Artinya, biji kakao yang bisa dijual di dalam negeri harus punya surat keterangan asal lokasi biji kakao (SKAL-BK) yang diterbitkan oleh unit fermentasi dan pemasaran biji kakao (UFP-BK) — unit usaha bentukan kelompok atau gabungan kelompok tani (Gapoktan) serta pelaku usaha lainnya.
Agroindonesia mencatat, selama ini petani enggan melakukan fermentasi karena insentif harga yang tak sepadan. Selisih harga biji kakao antara fermentasi dengan non-fermentasi berkisar Rp1.000-Rp2.000/kg. Sementara, proses fermentasi membutuhkan waktu yang lama dan di lain sisi — petani butuh dana tunai yang cepat untuk menutupi biaya kebutuhan sehari-hari.
“Selisih harga fermentasi dengan non-fermentasi minimal Rp3.000-Rp5.000/kg untuk menarik petani,” ujar Dirjen Perkebunan, Gamal Naser.
Gamal pesimis kebijakan ini bisa diterapkan jika tidak ada insentif harga. Hal serupa juga dibenarkan oleh eksportir kakao, Christian. SNI kakao bisa efektif jika pemerintah bisa memaksa ada perbedaan harga antara kakao fermentasi dengan kakao asalan.
“Untuk itu, buatlah ketentuannya. Jika tidak, kebijakan ini sulit dilaksanakan,” kata Christian. Alasannya, penentu harga bukan petani, tapi pedagang. (MFA)
Sumber:agroindonesia