Bisakah Kita Hidup Tanpa Oksigen ?


Oleh : Desire Claudia Widyantari Maloga – SMA Frater Makassar

Hutan merupakan paru-paru dunia. Mengapa dikatakan demikian ? jawabannya  karena didalam hutan memiliki banyak tumbuhan dan tanaman yang mampu menyerap karbondioksida (CO2). Selain itu, hutan memiliki pengaruh besar terhadap ketersediaan oksigen dunia.

Hutan  merupakan suatu ekosistem yang tidak hanya menyimpan sumberdaya alam berupa kayu, tetapi masih banyak potensi non kayu yang dapat diambil manfaatnya oleh masyarakat melalui budidaya tanaman pertanian pada lahan hutan. 

Hutan sangat berperan dalam berbagai hal sebagai penyedia sumber air,  pencegah banjir dan erosi, tempat hidup berjuta flora dan fauna, dan peran penyeimbang lingkungan, serta mencegah timbulnya pemanasan global.

Belakangan ini kita sering mendengar tentang kerusakan hutan, seperti Kerusakan hutan  di Riau yang menjadi sorotan di Indonesia bahkan di dunia. Setiap tahunnya Riau menimbulkan kabut tebal yang disebabkan oleh pembakaran hutan,  yang  mengganggu kenyamanan dan kesehatan masyarakat dan Negara  tetangga, seperti Malaysia dan Singapure.

Penyebab laju kerusakan hutan tersebut disebabkan oleh penghancuran hutan secara legal maupun illegal, misalnya kerusakan hutan akibat perluasan lahan, penggundulan hutan, dan terkait industrialisasi.

Jika hal itu terus menerus dilakukan maka dapat mendatangkan bencana alam  seperti : banjir, tanah longsor, dan berkurangnya fungsi paru-paru dunia secara global, bahkan kekhawatiran akan hilangnya hutan di Indonesia terutama hutan yang ada di Riau dan beberapa daerah laiinya.

Perubahan luas hutan yang relatif cepat itu perlu dipantau dan dibuat peta perubahan luas hutan, untuk itu diperlukan penyajian data dalam peta mutakhir yang dapat digunakan untuk mendeteksi perubahan penggunaan lahan dan khususnya perubahan luas hutan, sehingga perubahan luas hutan tersebut dapat dipantau dan difungsikan dengan baik.  

Salah satu cara alternatif untuk mengatasi penggandaan peta adalah memanfaatkan hasil teknologi penginderaaan jauh yaitu citra yang  diinterpresentasikan secara visual untuk memperoleh informasi paling mutakhir tentang tutupan hutan, kondisi hutan jenis vegetasi hutan, informasi bentuk lahan, penggunaan dan potensi lahan dan sebagainya yang tidak dapat diperoleh dari sumber data lain secara spesifik, kemudian hasilnya menjadi bahan untuk membuat peraturan yang ketat tentang pengelolaan dan pemanfaatan hasil-hasil hutan.

Perubahan luas hutan disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya kebakaran hutan, penebangan hutan secara bebas, pembukaan lahan pertanian/perkebunan dan pembangunan yang meliputi pembangunan sarana pemukiman, pembangunan sarana pemerintahan, dan lain sebagainya.

Warga Negara Indonesia khususnya masyarakat pemanfaat hasil-hasil hutan harus sadar akan dampak yang ditimbulkan akibat kerusakan hutan. Solusi tindakan yang harus dilakukan adalah  tidak menebang hutan secara liar dan penerapan sistem tebang pilih, penghijauan atau reboisasi lahan yang telah rusak, mengurangi penggunaan bahan bakar fosil,  melakukan tindakan yang dapat memotivasi warga untuk bertanggung jawab terhadap lingkungan hidup, menetapkan peraturan-peraturan tentang yang mengatur penebangan hutan, dan sebagainya.

Dengan memperhatikan beberapa upaya perbaikan ini, diharapkan lingkungan di bumi akan lebih lestari dan seimbang  karena jika hutan-hutan saat ini habis dibabat demi eksploitasi industrialisasi, maka masa depan anak cucu kita akan akan terancam.  Mari  terus kita jaga bersama  kelestarian hutan karena hutan lestari masyarakat sejahtera. 


Redaksi Medialingkungan.com

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *