Konsultasi AMDAL Tambang emas PT. ASA dianggap kurang partisipatif
Konsultasi AMDAL Tambang emas PT. ASA dianggap kurang partisipatif
Penulis: Bastian Korompot
Konsultasi Publik Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang digelar oleh PT. Arafura Surya Alam (ASA) pada 30 Agustus 2024, menjadi sorotan serius dari berbagai pihak, terutama dari kalangan aktivis lingkungan hidup dan masyarakat lokal.
Kegiatan yang seharusnya menjadi ajang partisipasi masyarakat untuk memberikan saran, pendapat, dan tanggapan terkait rencana perusahaan, justru dianggap gagal mencapai tujuannya.
Bayu Damopolii, seorang warga Desa Kotabunan, lokasi terdampak tambang, yang telah terlibat aktif sejak awal berdirinya PT. ASA, mengkritik keras pelaksanaan konsultasi publik tersebut. Menurutnya, PT. ASA tidak memberikan ruang yang cukup bagi masyarakat untuk berpartisipasi secara penuh.
“Undangan yang disebarkan sangat terbatas, dan konsultasi yang diadakan terkesan tertutup. Banyak warga yang ingin menyampaikan pendapat namun tidak diberi kesempatan,” ujar Bayu.
Bayu juga menyoroti bahwa pembahasan dalam konsultasi publik tersebut lebih banyak menitikberatkan pada isu-isu rekrutmen pekerja dan penambahan desa lingkar tambang, daripada membahas dampak lingkungan yang sebenarnya menjadi fokus utama dari AMDAL. Hal ini, menurutnya, menunjukkan bahwa PT. ASA gagal memahami esensi dari konsultasi publik yang sebenarnya.
Selain itu, Bayu mengingatkan kembali persoalan lama terkait lokasi tambang yang berada di kawasan Hak Guna Usaha (HGU) yang telah dihuni oleh masyarakat Kotabunan sejak tahun 1960-an. “Masalah ini tak kunjung selesai, dan perusahaan tampaknya tidak memberikan perhatian yang cukup terhadap isu ini,”tambahnya.
Egy Pontoh, Humas Eksternal PT. ASA, menyatakan bahwa perubahan AMDAL kali ini berkaitan dengan kajian mengenai luas wilayah dan mengundang perwakilan desa lingkar tambang. Saat ditanya siapa saja yang diundang dan turut hadir pada konsultasi publik itu, “Sulit dihitungnya Pak Bastian, cuma ada yg saya tau ada 14 Desa Lingkar tambang, pemerintah daerah, kecamatan, tripika,”ungkapnya
Namun, sorotan terkait undangan yang dianggap tidak representatif dan pembahasan yang dianggap tidak menyentuh aspek fundamental seperti dampak lingkungan, belum mendapatkan tanggapan yang memadai.
Di sisi lain, Kepala Dinas PUPR yang juga menjabat sebagai Plt. Assisten 2 Boltim, Haris Sumantha, menyebut bahwa pihak yang diundang dan materi yang disampaikan dalam konsultasi publik tersebut merupakan kewenangan perusahaan, bukan Pemda. Menurut Haris, kurangnya waktu untuk tanya jawab juga disebabkan oleh keterlambatan peserta.
Sangadi Kotabunan Barat, Idris Paputungan, yang mengaku hadir dari awal kegiatan konsultasi. Menurutnya pentingnya Konsultasi publik tentang Amdal mengingat dampak positif dan negatif aktivitas perusahaan yang harus diketahui masyarakat.
“Sangat penting karena masyarakat perlu tahu dampak positif dan negatifnya dan perusahaan harus tahu secara langsung apa yg masyarakat pikirkan , khawatirkan , yg mereka inginkan dan harapkan baik mereka sampaikan secara lisan ataupun tulisan dan masyarakat perlu penjelasan,”ungkap Idris.
Terkait dengan materi yang disampaikan menurutnya sudah baik namun perlu perlu ada kelompok independen yang bisa menyuarakan dan mengawal aspirasi masyarakat di lingkar tambang seperti tim mediator antara perusahaan dan masyarakat.
Namun katanya jumlah undangan yang hadir bukan persoalan namun kwalitas dari para peserta yang diundang , “Menurutku di perlukan orang orang yg mampu bersuara, banyak orang juga kalau cuma datang duduk diam apa gunanya di perlukan orang orang yg mampu bepikir,” jelasnya.
.