Bertopi Koboi Naik Kuda di Intramuros


Oleh Arpan Rachman, peraih beasiswa jurnalistik Asia Tenggara 2014 dari SEAPA (Southeast Asian Press Alliance)

 

MANILA – Hap! Hap!

Begitu gesitnya Joniboy (43) berjualan. Dia menjual topi koboi dan busur lengkap dengan anak panahnya. Jualan itu dia jajakan di taman seberang pelataran katedral di kawasan antik Intramuros.

Intramuros cagar budaya yang penuh daya tarik wisata merupakan satu dari 10 situs warisan dunia UNESCO di Asia Tenggara. Inilah distrik tertua dan warisan sejarah di Manila, ibukota Filipina. Situs ini diidentifikasi The Global Heritage Fund sebagai salah satu dari 12 situs di seluruh dunia yang berada di ambang kerusakan dalam laporan berjudul Saving Our Heritage Vanishing pada tahun 2010.

Joniboy (43), sedang berjualan Topi Koboy di sekitar areal katerdal pada kawasan antik Intramuros (Gambar: Arpan Rachman)

Juga disebut “Walled City” (Kota Berdinding), kawasan kuno yang menjadi pusat pemerintahan ketika negeri itu takluk di bawah jajahan Spanyol. Sementara daerah di luar dinding disebut sebagai“Extramuros” dari Manila, yang berarti “di luar tembok”.

Kata “Intramuros” konon berasal dari bahasa Latin yang secara harfiah bermakna “di dalam dinding”. Tapi Mahmod (52), seorang warga Manila, punya asumsi berbeda. Katanya, Intramuros berarti “Entrance Moro” atau kawasan di mana pertama kali orang-orang asal Bangsamoro dari Pulau Mindanao datang ke Manila di Pulau Luzon ini. Migrasi itu bergerak dari selatan ke utara kepulauan Filipina.

Selesai urusan sejarah, kita kembali ke si penjual topi.

Ah, ke mana dia tadi?

Bukannya duduk diam asyik santai menunggu pembeli, Joniboy justru sigap berburu menghampiri pengunjung yang datang. Di tangannya terjaja setumpuk topi.

“Murah ini, cuma 300Peso, mari Tuan. Ayo Nona jangan malu-malu. Ada banyak pilihan, Anda mau warna hitam atau cokelat. Coba dulu silakan!” rayu Joniboy.

Empat turis asal Indonesia, Malaysia, dan Burma – tiga laki-laki dan satu perempuan – tertarikperhatiannya melihat tingkah atraktif si penjual topi. Dua dari mereka langsung mendekat. Seorang di antaranya mencoba memakai topi. “Wah, yang ini besar sekali. Tenggelam kepalaku nanti,” kata Kyaw Lynn, si calon pembeli, turis dari Burma.

Joniboy segera mencari topi berukuran lebih kecil berwarna biru. Sempat dicoba sebentar. Tapi terjadi penolakan kembali karena Kyaw tidak suka warnanya. Topi itu dikembalikan ke tumpukan. Akhirnya, di tumpukan lain ada pilihan warna baru, coklat muda. Lalu, tawar-menawar pun tak terelakkan lagi.

Transaksi jual-beli topi koboi itu mencapai kecocokan di angka 150Peso. Setengah harga dari tawaran pertama!

Selain penjual topi koboi, di Intramuros juga tersedia kereta kuda sewaan. Tapi harus hati-hati kalau digoda untuk tur keliling kawasan kuno di mana banyak berdiri gedung bangunan bersejarah peninggalan Spanyol ini.

Seorang kusir yang menghela satu kereta kuda bisa mengangkut empat orang penumpang. Awalnya, dia menaruh harga 350Peso selama 30 menit tur naik kereta.

Janjinya amat manis hendak membawa keliling Intramuros. Tapi, baru lima menit berjalan, kereta berhenti.

“Mari turun, amigo! Nah, saya tunjukkan dulu ini gereja tua yang pertama dibangun Spanyol di Manila,” kata sang kusir mengajak empat penumpangnya turun di depan Gereja St Agustin yang dibangun pada tahun 1571.

Tur sejarah itu tidak gratis, melainkan harus beli tiket lagi di loket. Cuma di bangunan utamanya saja pintu gerbang terbuka tanpa dipungut biaya. Jadi, kalau mau masuk, ya bayar dulu!

Di saat terlena, para turis asyik mengambil foto, waktu berlalu lebih dari setengah jam. Si kusir minta tambah ongkos perjalanan, “Sekaligus saja buat satu jam, totalnya 700Peso,” katanya.

Hah?!

Aih, tur ke gereja itu ternyata dihitungnya sebagai paket terpadu dalam perjalanan naik kereta kuda! Bukan main licik tipuannya. Padahal kereta kuda tidak boleh masuk ke halaman gereja….

Selama lima menit naik kereta kuda di Intramuros sewanya sebesar 350Peso. Atau kalau dirupiahkan jadi Rp105 ribu (1Peso=Rp300). Bisnis wisata yang ini benar-benar meraup untung besar!

Maka lebih nyaman berjalan kaki saja. Udara dingin sejuk banyak angin benar-benar terasa menyegarkan kala menyusur ruas jalan-jalan lengang yang dibatasi tembok berlumut dan dinding-dinding tua di Intramuros. Beberapa benteng di dalamnya bahkan masih menyimpan senjata perang kuno seperti mitraliur dan meriam.

Dari pelbagai referensi diketahui sebelum kedatangan pertama orang Eropa di pulau Luzon, pulau itu bagian dari kerajaan Majapahit sejak sekira abad ke-14 menurut naskah Nagarakretagama yang mengisahkan penaklukan oleh Maharaja Hayam Wuruk. Daerah itu diserbu Sultan Bolkiah pada 1485 dan menjadi bagian Kesultanan Brunei. Situs Intramuros kemudian dikenal sebagai Kerajaan Islam Maynila yang diperintah oleh para datuk, raja, dan sultan.

Pemerintah berganti dan Filipina berdiri. Sekarang, lokasi kuno itu dilindungi sebagai cagar budaya di bawah tanggung jawab dari Perserikatan Bangsa Bangsa.


Redaksi Medialingkungan.com

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *