Konsultasi AMDAL Tambang emas PT. ASA dianggap kurang partisipatif
Hapus Tragedi Okinawa, Jepang-AS Tandatangani Pakta Kesepakatan Lingkungan Hidup

Okinawa tahun 1970 – 1990 (Gambar: nps.gov)
Medialingkungan.com – Jepang dan Amerika Serikat (AS) menandatangani pakta kesepakatan mengenai lingkungan hidup saat kunjungan PM Jepang, Shinzo Abe ke AS pada Senin (28/09).
Kesepakatan ini memungkinkan Jepang untuk mengakses kamp militer AS di Okinawa terutama kaitannya dengan kasus pencemaran laut di sana.
Gedung Pertahanan AS, Pentagon, belum lama ini, membuka akses publik terhadap dokumen mengenai memoranda Angkatan Laut AS (Memoranda US Army, Navy and Marine Corps), yang berhubungan dengan kematian massal biota laut di Okinawa, khususnya di selatan Kamp Kinser (service area), sebelumnya dikenal sebagai Machinato atau Makiminato.
Dokumen setebal 82 halaman yang merekam peristiwa tahun 1970-an hingga 1990-an itu menyangkut tempat penyimpanan bahan kimia, termasuk insektisida, herbisida dan pelarut yang luasnya 46.000 meter persegi.
Dari informasi yang dimuat Tribun News, Tahun 1975 dilakukan survei oleh badan US Army Pacific Environmental Health Engineering Agency di tempat tersebut. Hasil survei menunjukkan adanya kematian massal ikan karena tercemar bahan beracun tingkat tinggi seperti Chlordane, DDT, malathion, dioxin, dan polychlorinated biphenyl.
Menurut Jon Mitchell dari Japan Times, bahan-bahan tersebut sebenarnya sudah lama dilarang digunakan di AS karena bisa berdampak racun sampai waktu yang lama.
Kemudian, tahun 1977 di tempat yang sama (Camp Kinser), dilakukan uji coba dan menemukan lagi tingkat tinggi dari carcinogenic heavy metals, termasuk lead (timah) dan cadmium. Berbagai bahan beracun termasuk 12,5 ton ferric chloride berusaha dipendam dan dibuang ke laut meskipun gagal.
Pertengahan tahun 1980-an, bahan beracun tersebut ternyata semakin merusak lingkungan hidup laut setempat. Laporan angkatan laut AS tahun 1984 mengisyaratkan adanya sejumlah pekerja konstruksi pembangunan gedung rumah sakit yang keracunan akibat bahan-bahan beracun yang terkontaminasi di lokasi itu.
Lalu tahun 1990 seorang Komandan Angkatan Laut AS juga menuliskan laporan ada “hot spot” yang berbahaya dan harus ditangani secara sangat serius.
Komichi Ikeda, penasehat Enviromental Research Institute Inc merasa prihatin atas bahan-bahan beracun dan kimia yang diduga kuat masuk polusi di daerah tersebut hingga saat ini.
“Sangat penting bagi AS untuk secara serius mengantisipasi daerah tersebut agar bersih saat dikembalikan kepada Jepang lagi,” ujarnya.
Sebagai catatan pada saat tahun 1990 dilakukan survei di sana, biaya survei mencapai sekitar 112 juta yen. Saat ini apabila dilakukan survei serupa lagi diperkirakan akan jauh semakin mahal.
Untuk itu, hubungan kerjasama melalui penandatanganan pakta kesepakatan antara Jepang-AS diperkirakan akan menutupi biaya survei dan Jepang lebih leluasa untuk mengkaji lebih lanjut penyebab tragedy kematian massal biota laut di Okinawa. Selain itu, Jepang juga dapat menerima pengembalian tanah tersebut tanpa bekas kimia dan bebas racun di masa mendatang. (Fahrum Ahmad)