Konsultasi AMDAL Tambang emas PT. ASA dianggap kurang partisipatif
Kemenlu Tingkatkan Kapasitas Juru Runding Perubahan Iklim Indonesia
Medialingkungan.com – Menyambut conference of parties ke-21 (COP 21) mengenai negosiasi kesepakatan konferensi iklim PBB di Paris Desember 2015, Direktorat Pembangunan, Ekonomi, dan Lingkungan Hidup (PELH), Direktorat Perjanjian Ekonomi, Sosial dan Budaya, dan PTRI Jenewa berkolaborasi dengan South Center menyelenggarakan acara diskusi mengenai perundingan perubahan iklim di Jakarta (12/05).
Kegiatan yang diinisiasi oleh Kementerian Luar Negeri ini berupaya untuk menyiapkan delegasi sebagai juru runding Indonesia dalam konferensi perubahan iklim. Para juru runding ini diberikan informasi terkini mengenai perkembangan negosiasi perubahan iklim serta hal-hal yang menjadi perdebatan utama antara negara maju dan negara berkembang. Mengingat tahun ini merupakan peralihan dari Protocol Kyoto menuju kesepakatan baru rezim perubahan iklim.
Diskusi yang dihadiri oleh perwakilan kementerian/lembaga, pakar, serta masyarakat sipil yang terlibat dalam negosiasi perubahan iklim ini merupakan upaya yang dilakukan Indonesia agar juru runding yang akan dijadikan sebagai delegasi di Paris memahami pertemuan perubahan iklim dalam konteks pembangunan dan keseimbangan, rules dalam perundingan, dan kontribusi masing-masing negara dalam kesepakatan baru perubahan iklim.
South Center atau organisasi antar-pemerintah yang berdiri sejak 31 Juli 1995 di Jenewa ini dibentuk untuk memajukan kepentingan bersama negara-negara berkembang di forum internasional, dan Indonesia merupakan salah satu negara pendirinya. South Center aktif menyuarakan kepentingan negara berkembang dalam negosiasi kesepakatan baru perubahan iklim.
Direktur Eksekutif South Center, Martin Khor, dalam paparannya mengatakan secara historis Indonesia pernah bertindak sebagai tuan rumah pada penyeleggaraan COP 13 di Bali, tahun 2007 dan berhasil melahirkan landasan filosofis dlam membangun keadilan dan kesetaraan untuk pembanugnan ekonomi dan lingkungan hidup, khsusnya bagi negara-negara berkembang.
“Ke depannya, Indonesia diharapkan melakukan peran yang lebih signifikan untuk menjembatani perbedaan pandangan antarnegara khususnya negara maju dan negara berkembang,” tegas Martin Khor.
Ia menambahkan, sebagai strategi menghadapi COP 21 di Paris, Kelompok 77 dan Tiongkok diharapkan dapat membuat posisi bersama mengenai isu adaptasi, dukungan peningkatan kapasitas, pendanaan, dan transfer teknologi dari negara maju ke negara berkembang. “Mengingat perbedaan kondisi dan prioritas nasional, negara berkembang diperkirakan akan menghadapi tantangan yang lebih besar untuk membuat posisi bersama di bidang mitigasi,” tambahnya.
Kelompok 77 atau Group of 77 merupakan sebutan yang diberikan kepada 77 negara berkembang yang mengrimkan delegasinya dalam Konferensi PBB Dalam Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) pertama pada tahun 1964 di Jenewa.Kelompok ini dibentuk sebagai upaya untuk mewujudkan solidaritas antarnegara Dunia Ketiga yang diinisiasi oleh Raul Presbich. (Fahrum Ahmad)