Konsultasi AMDAL Tambang emas PT. ASA dianggap kurang partisipatif
Komodo dalam Kondisi Rentan dan Kritis

Komodo Dragon (gambar: dok)
Medialingkungan.com – Saat ini Komodo Dragon (Varanus komodoensis) termasuk dalam kategori Appendix I yang berarti spesies hidup liar dan tidak boleh diperdagangkan secara internasional . Hal demikian menurut Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna (CITES).
Adapun menurut Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna (IUCN), satwa ini masuk ke dalam kategori vulnerable yang berarti spesies tersebut sedang menghadapi risiko kepunahan di alam liar pada waktu yang akan datang. Hal ini disampaikan oleh Dr. Claudio Ciofi, peneliti dari Florence University, Italia, Selasa (02/09) saat kuliah umum di Ruang Sidang Bawah Fakultas Biologi UGM.
Dr. Claudio menyampaikan bahwa Komodo Dragon dapat dijumpai di Flores, Nusa Tenggara Timur, yaitu di beberapa pulau seperti Pulau Komodo, Pulau Rinca, Pulau Gili Motang, dan Pulau Kode. Kondisi keempat pulau yang berbeda mengakibatkan pertumbuhan populasi Komodo yang bervariasi. Bahkan di beberapa bagian dari Pulai Rinca terjadi isolation island.
Kendati demikian Komodo Dragon memiliki ukuran tubuh yang cukup besar dengan panjang tubuh 304 cm dan berat sampai 80,5 kg, hewan ini memiliki metabolisme yang rendah sehingga memiliki laju evolusi yang lambat. Oleh karena inilah sangat perlu dilakukannya konservasi terhadap Komodo Dragon.
Ahli Komodo yang juga berkecimpung dalam konservasi genetik ini menggunakan analisis molekular untuk mengkaji populasi Komodo di keempat pulau tersebut dengan menggunakan penanda mikrosatelit.
Ia bermaksud menggunakan sekuen untuk analisis lanjutan serta menggunakan DNA Fingerprinting untuk mengonstruksi pohon silsilah (pedigree) dari Komodo Dragon.
Pedigree yang dihasilkan dapat digunakan untuk mengetahui hubungan genetik yang selanjutnya dapat digunakan untuk menentukan pasangan kawin terbaik, pertukaran dengan kebun binatang lain serta mengidentifikasi individu yang tepat untuk reintroduction ke habitat aslinya.
Namun demikian Dr. Claudi percaya bahwa masyarakat lokal juga turut berperan menunjang keberhasilan program konservasi tersebut. “Conservation can only be truly sustainable and effective if it is owned by local people – and not just scientists and other conservation professionals”, ungkap Beliau di akhir pemaparannya.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu pendukung dalam pengambilan keputusan dalam melakukan konservasi Komodo Dragon. (MFA)