Konsultasi AMDAL Tambang emas PT. ASA dianggap kurang partisipatif
Walhi: Lebih Baik PLTA Tampur Dibatalkan
Medialingkungan.com – Pihak pemerintah terus berupaya melakukan percepatan pembangunan, satu diantaranya mendirikan pembangkit energi, seperti pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Proyek pembangunan ini tak jarang menuai kritik pada pelaksanaannya oleh berbagai pihak. Seperti pada pembangunan PLTA tampur di Kabupaten Aceh Tamiang, Gayo Lues, Aceh Timur, dan Kota Langsa.
Maksum, Warga Aceh Tamiang, menyatakan tidak setuju dengan pembangunan PLTA tampur dengan tinggi bendungannya mencapai 173,5 meter. Selain itu, sosialisasi pembangunan serta resiko yang akan dihadapi kepada masyarakat, tidak menyeluruh.
“Kami tidak mau, bila bendungannya jebol menjadi bom. Terlebih, lokasinya dengan permukiman penduduk,” terangnya dalam diskusi PLTA Tampur yang dilaksanakan Yayasan Hutan, Alam dan Lingkungan Aceh (HaKA) di Banda Aceh, (23/11/2017) dilansir dari Mongabay.
Proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Tampur yang kapasitasnya mencapai 443 Megawatt ini dikerjakan Perusahaan Modal Asing (PMA) PT. Kamirzu asal Hongkong. Laporan kunjungan lapangan Walhi Aceh menerangkan, pembangunan PLTA Tampur saat ini masih prakontruksi dan perampungan perizinan. Termasuk izin pinjam pakai kawasan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), izin lingkungan, serta izin usaha.
“Proses dan perizinan ditargetkan rampung di 2017. Keseluruhan, PLTA Tampur siap operasi pada 2025 dan penggenangan waduk direncanakan di tahun pertama itu,” terang Kepala Divisi Advokasi Walhi Aceh, Muhammad Nasir, Kamis (23/11/17).
Nasir menyatakan, pembangunan ini menggunakan lahan seluas 4.090 hektar untuk rencana genangan. Luas lahan tersebut terbagi atas, kawasan hutan lindung (1.226,83 hektar), hutan produksi (2.565,44 hektar), dan area penggunaan lain (297,73 hektar).
Rencana pembangunan bendungan/DAM dan power house seluas 10 hektar berada di hutan lindung. Sementara pembangunan jalur saluran udara tegangan ekstra tinggi (SUTET) sepanjang 45 km berada di hutan lindung (9,34 km), hutan produksi (21,4 km) dan area penggunaan lain (14,26 km).
Hasil sidang 28 Desember 2016 Komisi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) Provinsi Aceh, telah menyetujui pengerjaan proyek tersebut. Meskipun, lebih dari 4.000 hektare hutan di KEL akan menjadi danau dan puluhan kepala keluarga di Desa Lesten, Kecamatan Pining, Kabupaten Gayo Lues, direlokasi.
“Walhi Aceh menolak Amdal PLTA Tampur karena penggunaan hutan yang sangat luas dan melaporkannya ke KLHK. Lebih baik proyek itu dibatalkan saja untuk menyelamatkan lingkungan dan masyarakat,” tegas Nasir.
Warga Aceh Tamiang yang juga pegiat lingkungan Rudi Putra menyatakan, kondisi tanah di Kawasan Ekosistem Leuser sangat labil. Mudah longsor yang berpengaruh pada usia bendungan.
“Setiap tahun perbukitan di Leuser amblas karena longsor. Bendungan tinggi sangat tidak cocok dibangun karena kondisi tanah yang tidak stabil,” jelas Rudi yang telah belasan tahun bekerja di hutan Leuser.
Rudi menyatakan, lokasi proyek PLTA Tampur berada dekat patahan yang rawan terjadi gempa. Hal Ini bisa mempercepat usia bendungan. “Saya tidak bisa banyangkan kalau bendungan itu jebol,” ungkapnya. (Khalid Muhammad)