Aktivis di Bandung Gelar Aksi Tuntut Pencemaran Limbah Industri

 Aktivis di Bandung Gelar Aksi Tuntut Pencemaran Limbah Industri

Aksi para aktivis Koalisi Melawan Limbah menggunakan alat perlindungan diri terhadap B3 pada Kamis (28/04). {Gambar: Greenpeace}


Medialingkungan.com – Belasan aktivis Koalisi Melawan Limbah (KML) menggelar aksi dengan menumpahkan endapan lumpur beracun Sungai Cikijing di depan Gedung Sate, Bandung. Ini dilakukan untuk menyoroti kerugian ekonomi sekitar Rp 11,4 Triliun akibat puluhan tahun pencemaran industri tekstil di daerah Rancaekek, Kabupaten Bandung.

Aktivis menggunakan alat perlindungan diri terhadap Bahan kimia Berbahaya Beracun (B3) menumpahkan lumpur beracun ke dalam sebuah bak kedap air berukuran 2×3 meter dimana kemudian dituliskan “KERUGIAN 11 T” di atasnya. Sementara itu beberapa aktivis yang lain memegang spanduk yang salah satunya bertuliskan pesan “Pencemaran B3 Merugikan Kita Semua”. Lumpur beracun tersebut kemudian dimasukkan kembali ke dalam tempat penyimpanan sementara berlabelkan B3.

Aksi dilakukan menyusul peluncuran laporan Konsekuensi Tersembunyi: Valuasi Kerugian Ekonomi Akibat Pencemaran Industri yang mengungkap nilai total kerugian ekonomi akibat pencemaran di kawasan Rancaekek yang mencapai angka  Rp. 11.385.847.532.188 (sekitar 11,4 Triliun). Dari hasil survey dalam laporan tersebut juga terungkap bahwa 77,67 persen warga berpendapat bahwa terjadi penurunan kualitas air setelah pabrik berdiri dan 88,35 persen warga terpaksa membeli air untuk sumber air minum akibat memburuknya kualitas air tersebut.

Nilai kerugian ekonomi akibat pencemaran bahan berbahaya industri di salah satu aliran anak Sungai Citarum tersebut mencerminkan lemahnya pengawasan dan penegakan hukum serta tidak efektifnya regulasi pemerintah Indonesia dalam mencegah meluasnya pencemaran B3 industri ke dalam lingkungan.

Dwi Sawung dari Walhi Jabar mengatakan “Pencemaran yang berlangsung bertahun-tahun dibiarkan terus menerus. Bahkan ijin pembuangan limbah cair terus dikeluarkan, lahan yang tercemar bukannya dipulihkan malah dialihfungsi menjadi kawasan industri. Praktik perampasan lahan warga terjadi dengan cara membuat lahan warga tidak atau kurang produktif sehingga mau tidak mau warga menjual sawahnya. Didalam persidang ada kesaksian petugas pemberi ijin tidak melakukan perhitungan daya dukung dan daya tampung sungai cikijing sebelum mengeluarkan ijin pembuangan limbah cair.”

Sementara itu tim kuasa hukum Koalisi Melawan Limbah (KML), Ari Mastalia menyatakan “Gugatan pencabutan dan pembatalan IPLC di PTUN yang kami lakukan merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam pelaksanaan tata kelola pemerintahan, dimana warga dan kelompok masyarakat -dalam perkara a quo organisasi lingkungan hidup- dapat mengutarakan kepentingan dan menggunakan hak hukumnya sesuai  amanat konstitusi bahwa “setiap orang berhak mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat”, lingkungan yang terganggu keseimbangannnya harus dikembalikan fungsinya. Dengan demikian hendaknya ada evaluasi dalam prosedur penerbitan Izin Pembuangan Limbah Cair (IPLC) agar lebih memperhatikan daya tampung dan daya dukung sungai serta peruntukan sungai itu sendiri, dan optimalisasi pengelolaan air limbah (khususnya yang terindikasi mengandung B3) bagi kegiatan yang berpotensi mencemari.”

Koordinator Paguyuban Warga Peduli Lingkungan (Pawapeling), Adi M. Yadi menambahkan “Keputusan pemberian IPLC ini harus dicabut untuk mencegah kerusakan ekosistem Sungai Cikijing menjadi lebih parah lagi. Kerugian yang diderita oleh masyarakat dan lingkungan sudah begitu besar, kita tidak boleh bermain-main lagi.”

Jurukampanye Detox Greenpeace, Ahmad Ashov Birry mengatakan “Dunia fashion global telah mulai berubah. Lebih dari 30 perusahaan fashion global telah berkomitmen untuk menghapuskan penggunaan semua bahan kimia berbahaya dari produk dan rantai produksinya pada tahun 2020 dan juga untuk membuka data-data pembuangan bahan berbahaya beracun dari rantai produksinya kepada publik. Praktik kotor dan tidak bertanggungjawab industri yang menyebabkan kerugian besar bagi masyarakat dan lingkungan seperti di Rancaekek tidak akan mendapat tempat di masa depan. Pemerintah harus mendorong industri untuk bertanggungjawab dan berinovasi menuju Nol Pembuangan B3.”

Kasus Rancaekek dapat menjadi potret pembuangan bahan kimia berbahaya beracun yang masif dan tertutup ke sungai-sungai dan lingkungan Indonesia dan betapa mudahnya industri untuk mencemari dan lari dari tanggungjawabnya. Menjelang kesimpulan dan putusan dari sidang gugatan “Melawan Limbah” pada 10 Mei dan 24 Mei 2016 di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung, Koalisi Melawan Limbah mendesak Pemerintah untuk memperkuat penegakan hukum dan memastikan industri pencemar bertanggungjawab penuh melakukan ganti rugi dan pemulihan lingkungan hidup. Pemerintah Indonesia harus menjamin keselamatan dan kesehatan warga dan generasi mendatang dari ancaman bahaya B3 dengan membawa Indonesia menuju Nol Pembuangan B3. {Muchlas Dharmawan/Siaran Pers Greenpeace Indonesia}


Redaksi Medialingkungan.com

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *