DamoGo: StartUp yang Beri Edukasi Seputar Limbah Makanan

 DamoGo: StartUp yang Beri Edukasi Seputar Limbah Makanan

[:en]Tim DamoGO Indonesia, start-up yang dikembangkan oleh Lin Hwang dan dan Muhammad Farras sejak September 2018 (Foto: DamoGO)[:]


Medialingkungan.com – DamoGo, sebuah perusahaan rintisan (StartUp) di Yogyakarta di bawah entitas PT. Solusi Cerdas Nusantara dalam bentuk aplikasi gratis yang memiliki misi untuk menyelesaikan masalah limbah makanan. Aplikasi ini membantu menyalurkan makanan berlebih dari warung makan, restoran, café, retail atau supermarket secara langsung kepada konsumen agar makanan tidak terbuang sia-sia. DamoGO juga membantu petani dengan menyalurkan produksi bahan pangan (sayur, buah, telur, beras) yang berlebih ataupun memiliki bentuk yang tidak lolos standar pasar kepada bisnis kuliner ataupun konsumen.

Interface aplikasi DamoGo (Foto: DamoGo)

DamoGO Indonesia berkesempatan bekerja sama dengan kelompok mahasiswa yang tergabung dalam tim Foodvengers untuk mengadakan kampanye terkait isu limbah makanan. Rangkaian kampanye ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran kaum muda terkait isu limbah makanan yang berdampak merusak lingkungan jika terus dibiarkan. Kesadaran dari kaum muda diperlukan untuk mau terlibat mengurangi jumlah limbah makanan dengan cara yang sederhana, dimulai dari diri sendiri seperti makan sesuai porsi masing-masing sehingga tidak ada makanan yang terbuang sia-sia.

Webinar bertajuk “Be Wise, Don’t Waste” sebagai puncak dari kampanye tersebut dilakukan pada hari Jumat, (15/01/2021) lalu. Webinar ini diisi empat pembicara yakni, Garry Ang seorang content creator di bidang kuliner, Reza Pahlevi seorang content creator yang pernah mengadakan kampanye terkait isu food-waste, Alifah Fairuz selaku communication officer FoodBank of Indonesia, dan tentunya Muhammad Farras selaku Co-Founder DamoGO Indonesia.

Webinar “Be Wise, Don’t Waste” via Zoom Meeting (Foto: DamoGo)

Garry Ang dan Reza Pahlevi selaku content creator menjelaskan bahwa belum banyak masyarakat yang peka terhadap isu limbah makanan. Perlu adanya keterlibatan berbagai pihak untuk terus memberikan edukasi pada masyarakat, terutama anak muda yang mampu mengedukasi dengan cara yang kreatif.

“Perbanyak edukasi kepada masyarakat terkait isu food waste ini, karena belum banyak yang tahu. Misalkan saya membuat konten tips menyimpan makanan agar tahan lama di kulkas, gimana caranya membuat makanan dengan bahan seadanya di rumah. Secara tidak langsung ya itu mengajak pengikut saya bisa memanfaatkan dengan baik bahan makanan yang dimiliki, supaya tidak ada yang terbuang.” ujar Garry.

“Kalau saya pribadi, memang belum pernah bikin konten terkait isu limbah makanan ini. Tapi sehari-hari memang saya terapkan karena kebiasaan dari kecil. Sederhana, dimulai dari diri sendiri dulu. Bisa dengan makan sesuai porsi kita supaya gak ada makanan yang terbuang. Saya yakin anak muda di Indonesia punya cara kreatifnya masing-masing untuk menyampaikan informasi terkait isu food waste ini.” ujar Reza.

Alifah Fairuz dari FoodBank memaparkan fakta yang ia rangkum dari FAO yang memberikan gambaran kondisi terkait limbah makanan di Indonesia berdasarkan jumlah limbah makanan yang dihasilkan per orang nyatanya berbanding terbalik dengan masih tingginya indeks kelaparan yang terjadi di Indonesia.

“Isu limbah makanan ini sebetulnya merupakan masalah serius, namun di Indonesia belum ada Regulasi yang mengaturnya,“ ujar Alifah.

Alifah pun membeberkan data bahwa Indonesia menjadi penyumbang limbah makanan terbesar kedua di dunia dengan jumlah 300kg per orang setiap tahun, namun di sisi lain berdasarkan indeks kelaparan global 2019, Indonesia menghadapi masalah kelaparan serius dengan angka 20.1, serta 1 dari 3 balita (30.8%) di Indonesia mengalami stunting.

Muhammad Farras menambahkan penjelasan terkait limbah makanan yang bisa diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu Food Loss dan Food Waste berdasarkan informasi dari FAO. Ia menerangkan bahwa Food Loss merupakan bahan makanan yang terpaksa dibuang karena kualitas bahan makanan tidak sesuai keinginan pasar, kesalahan penyimpanan dan pengemasan, ataupun tingkat produksi yang tinggi namun kurang memiliki akses untuk dijual ke konsumen. Dengan kata lain, Food Loss ini biasa terjadi di tingkat produsen, seperti yang terjadi di ranah pertanian. Sedangkan Food Waste itu makanan siap makan yang layak konsumsi namun dibuang tanpa alasan ataupun karena mendekati masa kadaluwarsa. Food Waste seringkali terjadi di tingkat konsumen, seperti misalnya makanan di piring yang tidak dihabiskan dengan alasan tertentu kemudian harus terbuang sia-sia.  Ia juga memaparkan bagaimana bisnisnya berusaha untuk membantu Indonesia mengatasi Food Loss dan Food Waste.

“DamoGO berusaha membantu menangani permasalahan limbah makanan dari dua sisi itu lewat aplikasi. Untuk mengurangi Food Loss, DamoGO membantu menyalurkan kelebihan produksi dan produk yang tidak diterima oleh pasar atau retail dari petani langsung kepada bisnis kuliner,” ujar Farras.

“Di ranah untuk mengurangi Food Waste, DamoGO mengajak rekan bisnis kuliner yang memiliki produksi makanan berlebih dan belum sempat terjual dihari itu untuk dijual melalui aplikasi DamoGO dengan memberikan potongan harga bagi konsumen,” tambahnya.

Hasil penjualan tiket Webinar “Be Wise, Don’t Waste” ini didonasikan bersamaan dengan penyaluran bahan-bahan pangan dari DamoGO Indonesia kepada pihak FoodBank of Indonesia cabang Yogyakarta. Penyaluran donasi ini dilakukan pada tanggal 22 Januari 2021 bertempat di pusat FOI Jogja, Mantrijeron. Selanjutnya donasi bahan pangan ini akan didistribusikan ke empat titik dapur umum FOI Jogja, yaitu Pawirodrajan, Serangan, Mantrijeron 1, dan Mantrijeron 2 dan dikelola oleh Relawan FOI Jogja menjadi makanan siap santap. Makanan kemudian dibagikan kepada Lansia dan anak-anak yang tinggal di bantaran Kali Winongo.

Penyerahan donasi bahan-bahan pangan (Foto: DamoGo)

Muchlas Dharmawan

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *