Konsultasi AMDAL Tambang emas PT. ASA dianggap kurang partisipatif
Dianggap akan Mengancam Lingkungan Hidup, Mahasiswa Unhas Gelar Aksi Tolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja
Medialingkungan.com – Ratusan mahasiswa Universitas Hasanuddin yang tergabung dalam Aliansi Unhas Bersatu (AUB) melakukan aksi Tolak Pengrusakan Lingkungan Hidup dalam Bungkusan RUU Cipta Kerja, di depan Kampus Unhas pada Jumat (13/3/20). Hubungan antara Omnibus Law RUU Cipta Kerja dengan Lingkungan Hidup dikutip dari selebaran yang disebar oleh peserta aksi adalah Omnibus Law RUU Cipta Kerja menurut Pemerintah melalui Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian, jika diterapkan akan berdampak terhadap lingkungan hidup.
Mahasiswa menganggap, pembentukan Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang memudahkan investor asing untuk menanam modal di Indonesia, guna terciptanya iklim investasi yang dapat meningkatkan pertumbuhan ini akan membuat investor untuk melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam di Indonesia secara massif. Tentunya hal tersebut berdampak pada masyarakat adat, masyarakat yang bergantung pada ketersediaan sumberdaya alam secara langsung dan masyarakat yang rentan ruang hidupnya dirampas atas nama kepentingan investor diselimuti perlindungan negara.
Dikutip dari Mongabay Indonesia, Omnibus Law dipahami sebagai Undang-Undang (UU) yang dibuat untuk menyasar satu isu besar yang mungkin dapat mencabut atau mengubah beberapa UU sekaligus sehingga menjadi lebih sederhana. Dengan Omnibus Law maka akan terjadi penyederhanaan perizinan mulai dari izin lokasi, IMB, hingga izin lingkungan untuk syarat investasi. Hal yang penting diantisipasi adalah terkorbankannya sektor lingkungan.
“RUU Cipta Kerja tidak memihak lingkungan malah mempercepat kerusakan lingkungan, hal tersebut jelas berada dalam draft dari RUU itu sendiri, seperti izin lingkungan dihapus dan ketentuan Amdal diubah, kewenangan pengawasan dan penjatuhan sanksi menjadi kabur karena Omnibus Law RUU Cipta Kerja hanya memberikan wewenang kepada Pemerintah Pusat tanpa jelas mengatur lembaga mana yang berwenang, selain itu penghapusan pasal 30 angka 1 UU No. 39 Tahun 2014 menghilangkan beberapa pertimbangan seperti pemanfaatan lahan yang berdasarkan fungsi ruang,” ujar salah satu peserta aksi.
“Ketidaksesuaian pemanfaatan ruang dapat memiliki dampak peningkatan jumlah timbulan air limbah, peningkatan timbulan sampah, dan perubahan debit banjir. Omnibus Law menjadi berkah bagi oligarki dan siksaan untuk ekologi.” tambahnya.
Kemudian, beberapa lagi dicontohkan dampak penerapan Omnibus Law RUU Cipta Kerja terhadap Lingkungan Hidup, sebagai contoh, di Indonesia, secara khusus DKI Jakarta dicap sebagai kota yang kualitas udaranya paling banyak mengandung polusi dikarenakan banyaknya aktivitas pembakaran tenaga listrik dibeberapa titik di pusat kota DKI Jakarta, reklamasi Center Point of Indonesia di Makassar yang membutuhkan timbunan pasir agar mampu membangun, perusahaan melalui izin Pemerintah Daerah harus mengeruk pasir pantai di Kecamatan Galesong Utara, tentu dari aktivitas pengerukan pasir tersebut berdampak pada abrasi di pantai dan merugikan nelayan yang air lautnya kotor dan terpaksa harus lebih jauh mencari ikan dititik jauh dari bibir pantai. (Yasmita Yaman)