Greenpeace Desak Perlindungan Tuna di WCPFC

 Greenpeace Desak Perlindungan Tuna di WCPFC

Aktivis Greenpeace melakukan Demonstrasi pada Sesi Reguler Ke-9 dari Komisi Perikanan Pasifik Barat dan Tengah (WCPFC) di Manila. (Gambar: greenpeace.org.au)


Medialingkungan.com – Greenpeace mendesak lembaga Komisi Perikanan Pasifik Barat-Tengah (Western and Central Pacific Fisheries Commission-WCPFC) untuk menyepakati aturan konservasi dan pengelolaan yang bisa memastikan pulihnya populasi ikan tuna yang selama ini dieksploitasi. Hal tersebut dilakukan pada pertemuan tahunan WCPFC ke-14 di Manila, Filipina, Jumat (1/12/17).

“Meski komitmen saat ini sudah tepat arahnya dan beberapa pelaku industri sudah mengambil inisiatif dalam mengatasi penangkapan berlebih, penangkapan ikan ilegal dan perbudakan di laut, WCPFC tetap bertanggung jawab untuk memastikan bahwa perubahan positif bagi laut bisa terjadi dengan menyepakati aturan-aturan yang lebih kuat,” tegas Arifsyah Nasution, Jurukampanye Laut Greenpeace Indonesia melalui siaran persnya.

Pertemuan tahunan WCPFC ini kembali menegosiasikan Aturan Tuna Tropis (Tropical Tuna Measure-TTM) yang masa berlakunya akan segera berakhir. Greenpeace telah menetapkan hal-hal yang dianggap penting disepakati antara lain: kapal-kapal jaring (purseiner) harus menyepakati pengurangan besar-besaran jumlah rumpon (Fish Aggregating Devices-FADs), serta aturan ketat untuk pelaporan dan transparansi penggunaan rumpon; pengawasan dan kontrol yang lebih ketat terhadap kapal longliner;  penerapan target stok, titik batas eksploitasi dan pengelolaan strategis.

Jurkam Laut Greenpeace Indonesia, Arifsyah mengungkapkan bahwa, “Ini bisa terwujud dengan menyepakati aturan-aturan penting mengenai pengumpulan data, manajemen kapasitas penangkapan ikan termasuk rumpon, stok ikan, metode MCS (Monitoring, Control and Surveillance) termasuk transshipment (alih muat di tengah laut), serta pengendalian panen (eksploitasi)”.

“Dalam pertemuan di Manila ini semua pihak harus membuktikan kesungguhan dalam menyelamatkan stok ikan tuna dan jangan lagi terjadi aliansi industri – pemerintah yang berusaha untuk menggagalkan aturan perlindungan tuna yang kuat,” tambah Arifsyah.

Sebanyak 4.509 kapal teregistrasi dalam WCPFC di mana 64% nya adalah longliner, 12% adalah kapal jaring dan hanya 2,22% adalah kapal huhate (pole and line). Enam negara terbesar mencakup 85% kapal adalah Taiwan (China Taipei), Jepang, China, Filipina, Amerika Serikat, dan Korea Selatan. (Suterayani)


Redaksi Medialingkungan.com

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *