Indonesia Siap Jelaskan Kasus Kebakaran Hutan dan Lahan di COP21

 Indonesia Siap Jelaskan Kasus Kebakaran Hutan dan Lahan di COP21

Kabut asap di Kota Pekanbaru (Gambar: Tribunews)


Medialingkungan.com – Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia menyebabkan meningkatnya emisi gas rumah kaca akibat terlepasnya gas karbon yang tersimpan dalam pohon dan lahan gambut ke atmosfer akan dipertanggung jawabkan Indonesia pada Konferensi Iklim PBB (Conference of Parties/COP21) di Paris, 30 November-11 Desember 2015.

Indonesia menyatakan siap menjawab berbagai pertanyaan terkait kasus kebakaran hutan dalam COP ke-21. Untuk itu, tim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyiapkan data-data yang dibutuhkan dalam konferensi itu.

Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim KLHK, Nur Masripatin mengatakan akan memberi jawaban yang transparan untuk setiap pertanyaan tentang kasus kebakaran hutan. “Tapi saya kira tak akan dibahas saat konferensi. Pertanyaan bakal muncul di luar itu, dari media asing atau lembaga masyarakat,” kata Nur di kantornya, Senin (05/10) seperti dikutip dari Tempo.

Kebakaran hebat melanda hutan dan lahan di enam provinsi yaitu Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Riau, Sumatera Selatan, dan Jambi. Luas area yang terbakar mencapai 17 juta hektar. Indonesia sudah menghabiskan dana sekitar Rp 550 miliar untuk menanggulangi kebakaran.

Tim KLHK saat ini telah menyiapkan data terkait mitigasi bencana yang telah dilakukan. Mereka juga sudah siap menyampaikan peta pencegahan kebakaran. Menurut Nur, pemerintah tengah melakukan sinergi untuk mencapai target pengurangan emisi karbon sebesar 26 persen pada 2020.

Nur mengatakan, rata-rata deforestasi di Indonesia tidak boleh melebihi 918.678 hektar per tahun jika ingin menurunkan emisi dari sektor lahan. Padahal, dalam dokumen resmi nilai rujukan emisi kehutanan Indonesia (Forest Reference Emission Level/FREL) yang menggunakan acuan data 1990-2012, deforestasi di Indonesia tak boleh mencapai 900.000 hektar per tahun jika ingin emisi gas rumah kaca sektor itu turun.

Untuk itu, tim KLHK akan menyerahkan dokumen FREL for Deforestation and Forest Degradation yang menunjukkan data emisi yang dihasilkan akibat deforestasi, degradasi hutan, dan dekomposisi lahan gambut pada periode 1990-2013 yang mencapai 0,573 giga ton — yang diumumkan September lalu.

Selain itu, tim KLHK juga telah menyiapkan data proyeksi emisi pada 2020 yang diperkirakan mencapai 0,593 giga ton.

Kendati demikian, dampak kebakaran tahun ini tak dimasukkan dalam dokumen FREL. Nur menganggap bahwa tingkat kepastian dampak kebakaran tersebut masih rendah. Dalam FREL, data yang terkait dengan kebakaran hanya emisi dekomposisi lahan gambut yang mencapai 0,05 giga ton.

Nur mengatakan Indonesia tak akan menghindari pertanyaan tentang kebakaran hutan yang sebagian besar melanda Sumatera dan Kalimantan. “Justru kalau kita kasih data yang masih tak pasti, presentasi kita juga masih jadi tak pasti,” katanya.

Pada pertemuan COP21, kesepakatan hukum universal terkait perubahan iklim akan dibahas, dan ditargetkan penekanan laju pemanasan global tidak menembus dua derajat Celcius. Diperkirakan hampir 50 ribu partisipan dari berbagai perwakilan, organisasi nonpemerintah, dan badan-badan di bawah naungan PBB akan hadir dalam pertemuan itu. Ini merupakan yang pertama dalam negosiasi di PBB selama 20 tahun. {Fahrum Ahmad}


Redaksi Medialingkungan.com

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *