Indonesia-Swiss Tolak Limbah Dari Negara Maju

 Indonesia-Swiss Tolak Limbah Dari Negara Maju

Sekretaris Kementerian-LH memberikan sambutan pada COPs Konvensi Basel (Gambar : KLHK)


Medialingkungan.com – Isu tentang ancaman pembuangan limbah B3 dari Negara maju dan berkembang menginisiasi Indonesia dan Swiss, melalui Indonesia-Swiss Country Led Initiative (CLI) menyelenggarakan The Ban Amendment Ceremony on the Opening Session of Triple COPs. Upaya ini merupakan bagian dari kesepakatan Konvensi Basel, yakni perjanjian internasional untuk mengurangi perpindahan limbah berbahaya antarnegara yang telah didukung 81 negara pihak.

Pada pembukaan pertemuan negara-negara pihak Triple COPs (Conference of Parties) untuk Konvensi Basel (Perpindahan Lintas Batas Limbah), Konvensi Stockholm (Pengaturan Senyawa Pencemar Organik Persisten), dan Konvensi Roterdam (Pemberitahuan dini terkait perdanganan bahan kimia tertentu dan pestisida) di bawah UNEP, pada tanggal 4 Mei 2015 di Jenewa, Swiss, Pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Sekretaris Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Rasio Ridho Sani dan Pemerintah Swiss yang diwakili oleh Sekretaris Negara untuk Lingkungan Hidup, Bruno Oberle memberikan apresiasi kepada negara-negara pihak yang telah mendukung agar ban amandemen ini dapat secepatnya diterapkan.

Pembukaan Triple COPS dihadiri oleh Direktur Eksekutif UNEP, Aichim Steiner, CEO Global Environment Facilities (GEF), Naoko Ishii dan delegasi dari 190 negara. Dihadapan delegasi dari 190 negara, Rasio Ridho Sani mengingatkan pentingnya keseriusan komitmen negara-negara maju untuk tidak menjadikan negara berkembang sebagai tempat pembuangan limbah B3 negara maju.

Bagi Indonesia, Ban Amandement Konvensi Basel ini sangat penting karena sebagai negara kepulauan Indonesia sangat rentan terhadap pembuangan limbah B3. Indonesia dan Swiss secara khusus memberikan apresiasi kepada enam negara yang telah berkomitmen dengan meratifikasi Ban Amadement. Keenam Negara itu, antara lain Benin, Republik Congo, Pantai Gading, Guatemala and Paraguay. Konvensi ini masih membutuhkan dukungan 12 negara lagi untuk efektif di terapkan (entry into force).

Rasio Ridho Sani mengingatkan kepada delegasi yang hadir bahwa pembuangan limbah B3 dari negara maju ke negara berkembang harus segera dihentikan karena akan menambah persoalan serta tekanan kepada lingkungan dan tatanan kehidupan masyarakat di negara-negara berkembang.

“Kalau kita, yang hadir disini, tidak mampu segera mewujudkan penerapan konvensi Basel secara efektif, maka komitment kita untuk mewujudkan lingkungan hidup yang lebih aman, lebih baik akan dipertanyakan oleh para pihak,” tambahnya.

Bruno Oberle mengapresiasi dukungan dari negara-negara yang telah meratifikasi Ban amandement Konvensi Basel. Ia menagih komitmen negara-negara lainnya agar konvensi basel ini dapat diterapkan secara efektif secepatnya.

Menyambut pernyataan tersebut Rasio Ridho Sani mengemukakan bahwa saat ini penerapan Ban Amadement masih terus diupayakan untuk mewujudkan keadilan lingkungan antar negara, dan kedaulatan bangsa.

Dijelaskan bahwa upaya ini dilakukan untuk melindungi hak-hak warganegara atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, sesuai dengan dengan amanat UUD 1945. “Ini harus diperjuangan bersama-sama, dengan masyarakat dunia, kalau tidak Indonesia akan jadi keranjang sampah dari limbah B3 negara-negara maju”.

“Negara kepulauan seperti Indonesia, sangat rentan tehadap masuknya limbah B3 maupun bahan-bahan kimia yang dilarang dan berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan hidup, termasuk maraknya penggunaan air raksa pada penambangan emas,” lanjutnya. (Fahrum Ahmad)


Redaksi Medialingkungan.com

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *