Akik Tak Melulu Berujung Baik

 Akik Tak Melulu Berujung Baik

Aktivitas penambangan batu yang dilakukan warga di kawasan perbukitan Bulu Beras masuk wilayah Desa Karangmojo, Kecamatan Karanggayam, Kebumen (Gambar : Supriyanto/SuaraMerdeka)


BATU AKIK SUDAH MENJADI “LIFESTYLE” DI IDNONESIA. Hukum penawaran (cateris paribus) menyatakan, semakin tinggi tingkat harga suatu barang akan semakin banyak jumlah barang yang ditawarkan. Beginilah yang berlaku pada kejadian tren batu akik yang mengguncang Indonesia saat ini. Tren ini menimbulkan decak kagum karena berkatnya, banyak orang yang menigkat kesejahterannya karena konsumen batu akik saat ini berasal dari segala profesi, usia, dan gender, baik pria maupun wanita.

Kerumunan di tiap sudut mata memandang tak lain dan tak bukan adalah karena batu akik. Fenomena sosial ini kerap dijumpai hampir di seluruh kantin kantor, universitas, pinggir jalan, lapangan hingga jembatan. Berbagai kalangan dari segala jenis profesi juga memperbincangkan batuan (rock) ini, mulai dari pejabat pemerintahan, pengusaha, hingga pada level terkecil, bahkan tak jarang anak-anak remaja membicarakan topik (batu akik) ini.

Ada banyak sebutan untuk jenis batuan ini, yang tentu akan berpengaruh pada tingkatan harganya. Mulai dari Blue Safier, Pigeon Blood Ruby, Giant Green Fluorite, Blue Topas, Green Chalcedony, Bacan, Panca Warna, Kalimaya, dan seterusnya. Jenis akik (Agate) merupakan bentuk kalsedon kuarsa (memiliki struktur kristal yang sangat halus) yang transparan atau tembus cahaya, yang terbentuk di lapisan konsentris dan dalam berbagai warna dan tekstur.

PROSES PEMBENTUKAN BATUAN secara umum dipengaruhi dari interaksi proses kimia, fisika, biologi dan kondisi-kondisinya di dalam bumi serta di permukaannya. Hal ini karena bumi merupakan sistem yang dinamis, sehingga pada saat pembentukannya, batuan-batuan mungkin mengalami keadaan yang baru dari kondisi-kondisi yang dapat menyebabkan perubahan yang luas di dalam tekstur dan mineraloginya.

Perubahan-perubahan tersebut terjadi pada tekanan dan temperatur di atas diagenesa dan di bawah pelelehan, kemudian menunjukkan proses metamorfismenya.

Siklus batuan menggambarkan seluruh proses yang dengannya batuan dibentuk, dimodifikasi, ditransportasikan, mengalami dekomposisi, dan dibentuk kembali sebagai hasil dari proses internal dan eksternal Bumi. Siklus batuan ini berjalan secara kontinyu dan tidak pernah berakhir. Siklus ini adalah fenomena yang terjadi di kerak bumi (geosfer) yang berinteraksi dengan atmosfer, hidrosfer, dan biosfer dan digerakkan oleh energi panas internal Bumi dan energi panas yang datang dari Matahari. Kealamian inilah yang membentuk keindahan batu akik yang sangat digemari.

Namun, terlepas dari seluruh pancaran hal luar biasa yang dimiliki batu akik, Charles Darwin, seorang naturalis dari Inggris yang teori-teorinya sangat kontroversial pernah mengatakan bahwa dominasi lingkungan pada makhluk hidup terlihat sangat jelas dan sepertinya makhluk hidup tidak bisa lepas dari pengaruh alam tersebut. Hal demikian terlihat jelas pada fenomena batu akik ini.

MEMILIH MENCEGAH ATAU MENGOBATI, memilih masa kini atau masa depan. Kita saat ini diperhadapkan dalam sebuah pilihan. Kita memperhitungan keuntungan ekonomi (karena perdagangan akik), atau berpikir menghindari bencana yang secara logis bisa terjadi secara tiba-tiba akibat kerusakan yang ditimbulkan dari aktivitas penggalian/penambangan bongkahan batu.

Segala aktivitas manusia akan mempengaruhi alam. Dan kita tahu bahkan sebagian sangat paham tentang hal ini. Sumberdaya memang diciptakan untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya dalam memenuhi kebutuhan manusia, NAMUN secara bijak dan penuh tanggung jawab, karena sumberdaya ini adalah titipan untuk generasi selanjutnya.

Permintaan batu akik yang tinggi mengakibatkan ekspolitasi batuan secara besar-besaran (liar dan tidak bertanggung jawab) hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kegiatan penambangan ini menyisakan bekas galian yang mewarnai daerah perbukitan dan daerah aliran sungai, yang ditengarai menyimpan banyak pasokan batu dengan beragam tekstur, warna, dan corak yang berbeda-beda.

Kegiatan penambangan pada umumnya dilakukan dengan penambangan terbuka (open pit mining) yang akan menimbulkan dampak pada perubahan lanskap yang meliputi perubahan topografi dan pola hidrologi, kerusakan tubuh tanah, perubahan vegetasi penutup tanah, yang pada akhirnya merubah ekosistem tempat dilakukannya penambangan terbuka.

Perubahan ekosistem tempat penambangan tersebut akan berdampak pada proses pelapukan batuan/mineral yang terbongkar (overburden), yang dapat berdampak pada kurangnya daya dukung lingkungan, hingga berpengaruh secara luas sampai di luar kawasan lokasi penambangan.

Yang paling parah, jika vegetasi (kumpulan tumbuhan) penutup tanah merupakan hutan, maka perubahan komposisi flora dan fauna kemungkinan akan berubah, dan mengakibatkan hilangnya spesies keanekaragaman hayati.

“BUKAN” AKIK YANG SALAH atas dampak yang akan terjadi. Gemerlap akik seolah membutakan masyarakat akan dampaknya. Salah satu fungsi batuan adalah menopang tanah agar seminimal mungkin tidak mengalami pergerakan/pergeseran yang bisa berakibat terbawanya partikel-partikel tanah oleh aliran air.

Dalam seminar batu di Jakarta pekan lalu, Hardian, ahli geologi dari Universitas Triksakti mengatakan, untuk memperoleh 3 kg batu alam, penggalian dilakukan di kedalaman 16-20 meter. Sedangkan, masyarakat kerap mendapatkan belasan hingga puluhan kilogram bongkahan batu untuk dijual. Bayangkan jika penambangan di banyak titik dengan kedalaman seperti ulasan Hardian.

Erosi tanah adalah yang paling memungkinkan terjadi. Erosi tanah menyebabkan terbentuknya struktur topologi baru karena perpindahan partikel tanah. Vegetasi daerah terpengaruh akibat terjadinya erosi tanah, karena tanah menjadi lebih lapuk sehingga produktivitas dan kesuburan lahan menjadi berkurang. Kadar air dan mineral juga berkurang sehingga sulit dilakukan aktivitas pertanian pada lahan.

Selain itu, erosi tanah juga dapat memakan korban jiwa, seperti tanah longsor yang mungkin menimpa masyarakat di sekitar areal galian. Semua proses geografis yang terjadi di bumi ini semuanya saling berkaitan, dan sedikit perubahan pada satu faktor akan menghasilkan efek domino pada puluhan proses lainnya, yang secara langsung atau tidak langsung berhubungan satu sama lain. Di samping itu, konflik sosial juga sangat rentan terjadi dalam perebutan lahan olahan.

Sudah saatnya kita semua memahami persoalan yang akan timbul di kemudian hari agar terhindar dari bencana alam. Sesuai pepatah “mencegah lebih baik daripada mengobati”.

Perlu tindakan tegas dari pemerintah agar melakukan pengendalian terhadap aktivitas penambangan batu. Pemerintah harusnya hadir untuk menjadi penetral antara masyarakat dan daya dukung lingkungan hidup.

Kita sudah memiliki masalah yang sangat besar, perubahan iklim, yang telah menimbulkan berbagai kompleksitas masalah. Kita tentu tidak ingin menambah masalah lain lagi akibat popularitas batu akik yang hanya sementara ini. {EDITORIAL MEDIALINGKUNGAN.COM}


Redaksi Medialingkungan.com

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *