Hukum Indonesia, Hantu Bagi Wong Cilik

 Hukum Indonesia, Hantu Bagi Wong Cilik

Nenek Asyani yang didakwa mencuri tujuh batang kayu jati putih di Jatibanteng, Situbondo, Jawa Timur (Gambar: gitusih.com)


Medialingkungan.com – Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Siti Nurbaya berkunjung di kediaman Nenek Asyani (63) di Jatibanteng, Situbondo, Jawa Timur, Rabu (18/03). Asyani didakwa melakukan pencurian tujuh batang kayu jati putih. Dalam pertemuan tersebut selama 15 menit, Asyani menyatakan hanya punya satu permintaan, yaitu bebas.

“Saya minta bebas, Ibu,” katanya sambil mengeluarkan air matanya. Asyani memohon kepada Ibu Menteri agar tidak dipenjara, ia bersihkeras tidak melakukan pencurian kayu tersebut seperti yang dituduhkan oleh pihak kepolisian.

Asyani bersama tiga terdakwa lainnya ditangguhkan penahanannya setelah mendapat jaminan dari Bupati Situbondo, Dadang Wigiarto. Meski demikian kasus hukum Asyani tetap berlanjut dan Kamis dini hari akan kembali menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Situbondo.

“Kita berada di lapangan dan lihat sendiri segala situasi, tentu akan menjadi banyak pertimbangan. Kami tak bisa mengintervensi kasus hukum. Yang kami lakukan hanyalah mendukung agar proses persidangan cepat dilakukan dan mengemukakan fakta-fakta yang ada,” ujar Siti Nurbaya.

Dia menambahkan, pihaknya tak bisa melihat satu per satu kasus hukum yang serupa dengan Asyani karena banyak persoalan lain yang juga menyita perhatian. Kasus tersebut di antaranya kasus pencemaran lingkungan dan perebutan lahan yang menyangkut banyak orang.

Kasus yang dialami oleh Asyarani pernah juga menimpa Kakek Harso Taruno yang didakwa mencuri sebatang kayu pada September 2014 lalu. Kisahnya berawal dari temuan potongan kayu jati oleh petugas Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Gunung Kidul di dekat lahan Harso, dikutip dari liputan6.

Hal yang dialami Harso itu sangat mengerikan, hanya gara-gara memindahkan kayu, kakek berusia 65 tahun ini dituduh mencuri dan merusak hutan BKSDA. Cukup aneh, hanya dengan satu batang kayu saja sudah masuk kategori perusakan. Namun, itu sudah berlalu dan tak perlu meributkan tentang dakwaan yang mengerikan bagi wong cilik tersebut.

Hakim sudah membebaskan Harso karena dianggap tidak melanggar Pasal 40 ayat 1 juncto Pasal 19 ayat 1 Undang-Undang No 5/1990 tentang Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya; Pasal 40 ayat 2 juncto Pasal 21 ayat 1 a UU No 5/1990; serta Pasal 82 ayat 2 juncto Pasal 12 c Undang-Undang No 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Harso bisa kembali bernapas lega dan bisa beraktivitas seperti semula tanpa harus meringkuk di balik jeruji.

Akankah nasib Kakek Harso menular ke Nenek Asyani? Yang dituduh mencuri kayu dan melanggar Undang-Undang No 18/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Pasal 12 juncto Pasal 83 ayat 1 dengan ancaman lima tahun penjara.

Betapa ini seolah menggampangkan proses penyidikan tanpa melihat lebih komprehensif kasus tersebut. Apakah ini karena keduanya memang Buta Hukum sehingga para penegak hukum kita cukup mudah mendakwa dengan pasal pencurian dan perusakan.

Benarkah adanya bahwa penegak hukum hanya mampu melawan orang yang buta hukum dan tak berdaya melawan orang yang melek hukum? Jika itu memang benar adanya, benar adanya isitilah hukum tajam ke bawah namun tumpul ke atas. Kasus yang dialami oleh Kakek Harso dan Nenek Asyani menunjukkan ironi hukum yang ada di Indonesia, dikutip dari sindonews.

Kasus itu hanya beberapa kayu yang diambil namun itu dianggap kasus yang besar, padahal di luar sana masih banyak kasus yang lebih besar contoh saja pembalakan liar (illegal logging) yang terjadi namun seolah diabaikan.

Sudah waktunya hukum ini bisa memberikan keadilan bagi rakyat bukan justru menjadi hantu bagi rakyat. Jika semua penegak hukum bisa memandang datar tentang semua pihak, tentu tidak ada lagi istilah hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas. (Angga Pratama)


Redaksi Medialingkungan.com

Related post

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *