Konsultasi AMDAL Tambang emas PT. ASA dianggap kurang partisipatif
Ratusan Bangsa Gerogoti Bumi yang Hanya Satu
Oleh A. Vika Faradiba
Mahasiswi Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin (Unhas)
Perubahan iklim bukan lagi hal yang baru untuk diperbincangkan, kini seluruh lapisan masyarakat mulai gempar dengan isu-isu perubahan iklim yang saat ini terjadi. Sesungguhnya hal ini merupakan sebuah malapetaka yang pastinya akan mengahampiri seluruh umat manusia. Jika pemanasan global terus menerus terjadi, itu diakibatkan oleh penggunaan bahan bakar dari fosil seperti batu bara, minyak bumi, dan gas bumi.Dengan terjadinya pemanasan global, maka akan terjadi fenomena alam seperti, tudung es di Kutub Utara akan mencair, kekeringan yang berkepanjangan, dan peningkatan suhu lautan yang akan menjadi kutukan terbesar bagi manusia.
Bapak lingkungan hidup Indonesia Emil Salim dalam bukunya yang berjudul Ratusan Bangsa Merusak Satu Bumi mengungkapkan “Dalam 200 tahun terakhir, seluruh negara di dunia membangun dengan merusak Bumi yang hanya satu-satunya ini. Pemanfaatan tanpa batas minyak bumi dan batu bara sebagai penggerak utama pembangunan tanpa disadari telah menaikkan pelepasan gas rumah kaca (GRK) dari hanya 280 ppm pada masa sebelum revolusi industri (1780) menjadi 380 ppm. Kenyataan inilah yang menjadi biang keladi terjadinya proses pemanasan global dan perubahan iklim yang kini mengancam hidup segenap penduduk bumi.”
Suhu rata-rata global pada permukaan bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C(1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate Change(IPCC) menyimpulkan bahwa, “sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kacaakibat aktivitas manusia” melalui efek rumah kaca. Kesimpulan dasar ini telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk semua akademi sains nasional.
Berikut Jenis-jenis Gas Rumah Kaca (GRK):
GRK: karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitrooksida (N2O), sulfurheksafluorida (SFx),
perfluorokarbon (PFC) dan idrofluorokarbon (HFC)(Naylor,2011)
Peningkatan GRK diakibatkan oleh aktivitas manusia yang tak bertanggung jawab terhadap lingkungan, menurut Rosegrent, dkk, (2008), secara global emisi GRK merupakan kontribusi dari berbagai sektor kehidupan. Sektor energi memberikan kontribusi sebesar 63%, sektor kehutanan dan alih fungsi lahan sebesar 18%, sektor pertanian sebesar 13%, sektor industri dan sampah rumah tangga masing-masing sebesar 3%.
Berdasarkan data yang dirampung oleh PEACE (2007), distribusi terbesar GRK di Indonesia adalah karbondioksida (CO2), metana (CH4) dan dinitrogenoksida (N2O). Indonesia merupakan salah satu negara yang memberikan sumbangsih terhadap perubahan iklim dengan kontribusi GRK sebesar 3.014 MtCO2e yang terdiri dari sektor kehutanan sebesar 2.536 MtCO2e, sektor energi sebesar 275 MtCO2e, sektor pertanian sebesar 141 MtCO2e, dan sector limbah sebesar 35 MtCO2e. Selain CO2, gas rumah kaca terbesar kedua yang memberikan kontribusi terhadap pemanasan global di Indonesia adalah CH4 yang mayoritas berasal dari sektor pertanian, termasuk di dalamnya kegiatan peternakan.
Tapi, kini pemerintah Indonesia berkomitmen menurunkan emisi GRK secara nasional hingga 26% pada tahun 2020 yang akan datang. Pemerintah akan menggunakan sumber pendanaan dalam negeri, serta penurunan emisi hingga 41% jika ada dukungan dari international dalam aksi mitigasi. Kegiatan ini dituangkan dalam Program Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (Bappenas, 2010).
Namun , ada satu cara yang “AMPUH” untuk mengurangi GRK, hanya dengan menanam dan memelihara pohon lebih banyak, karena daya menyerap karbon dioksida lebih cepat dalam jumlah banyak, memecahnya melalui fotosintesis, maupun menyimpan karbon pada kayunya hanya mampu dilakukan oleh sebatang pohon.