Konsultasi AMDAL Tambang emas PT. ASA dianggap kurang partisipatif
Napas Manusia Ada di Hutan
No forest, no life. Cuplikan kata yang sederhana namun memberi defleksi yang nyata “hanya, jika kita mampu masuk dalam atmosfernya”. Apa yang terjadi ketika hutan habis ?. Adakah di antara pembaca yang sempat berpikir jika hutan habis apa yang akan terjadi. Mungkin kepentingan ekonomi, politik, dsb, menyumbat pandangan kita akan fenomena alam yang kian memburuk.
Sedikit merefresh, hutan adalah bagian terpenting pada bumi, sehinga menjadikan suhu bumi ideal untuk dihuni manusia. Siang hari menjadi sejuk, malam menjadi hangat. Ini salah satu fungsi hutan.
Mari kita telisik lebih dekat tentang peran hutan. Manusia bernapas dengan menghirup oksigen, salah satu kebutuhan dasar manusia yang saat ini – se-harus-nya dimasukkan dalam 6 kebutuhan pokok manusia.
Kian terkikisnya hutan (degradasi dan deforestrasi) menjadikan oksigen akan menjadi mahal (suatu saat nanti). Di samping itu, pembaca yang budiman bisa merasakan efek pemanasan global yang tahun ini mencetak rekor baru. Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) mencatat, tahun 2014 ini merupakan tahun yang terpanas secara global sepanjang sejarah. Dalam 10 bulan di tahun ini, tercatat suhu rata-rata global sekitar 0,57 C di atas rata-rata dalam jangka waktu lama. Jika tren ini masih berlanjut, rekor tahun 1998, 2005 dan 2010 akan terlampaui.
Kontribusi hutan terhadap manusia
Pembangunan menuntut pembukaan lahan dalam memenuhi kebutuhan manusia. (Seandainya) Jika mekanisme take and give diberlakukan oleh pemiliki hutan, maka kontribusi seperti apa yang akan diberikan?.
Hutan memberikan kehidupan pada manusia. Memberikan air, oksigen serta melindungi manusia dari efek radiasi matahari. Pembaca mungkin bisa membayangkan jika salah satu organ vital manusia hilang. Misalnya, salah satu ginjal anda hilang. Ketidakseimbangan pada tubuh akan sangat terasa. Jangankan hilang, saat demam saja, respon tubuh pasti berkurang. Tingkat konsterasi manusia tentu terganggu dan perasaan anda jadi tak karuan. Sekarang bayangkan jika hutan semakin berkurang bahkan nyaris habis – ketidakseimbangan alam akan semakin jelas terasa efeknya.
Tak hanya Indonesia, seluruh negara saat ini berpacu untuk membenahi sistem kehutanan mereka. Banyaknya mekanisme yang dituangkan untuk melindungi hutan dan menambah areal hutan mereka. Aset berharga ini mendatangkan rejeki bagi negara yang mampu mempertahankan hutan mereka (Clean Development Mecanism, REDD, dan REDD+).
Perubahan iklim (climate change) yang ditengarai sebagai efek menumpuknya gas rumah kaca di atmosfer menimbulkan kekacauan pada pola peralihan musim. Suhu meningkat yang mengiringi mencairnya bongkahan es di kutub utara dan selatan dan mengakibatkan kenaikan permukaan air laut yang mengancam wilayah dataran rendah tenggelam.
Hutan menyerap gas carbon di atmosfer layaknya spoons yang menyerap air. Di awal telah diungkapkan bahwa hutan merupakan salah satu penyeimbang kehidupan di bumi. Hutan membutuhkan karbondioksida untuk melakukan pertumbuhannya, dan salah satu timbal-baliknya, ia mengeluarkan oksigen. Jika rantai ini mengalami ketimpangan, tentu akan menimbulkan efek, sebagaimana teori kausalitas (sebab-akibat).
9 milliar manusia akan tertampung di bumi pada tahun 2025. Bahkan bisa jadi lebih cepat dari perkiraan. Kebutuhan manusia memberi impact pada alam. Daya dukung lingkungan terus mengalami kemunduran. Bisa dibayangkan jika oksigen menjadi kebutuhan diperjualbelikan. Untuk penanganan medis, 1 liter oksigen diperjualkan dengan harga Rp 25.000. Jika diperhitungkan dengan kebutuhan manusia yang menghirup okigen (sekitar 2.880 liter) dalam sehari, maka harga yang harus dibayar manusia atas itu sekitar Rp 72.000.000/hari.
Namun, doktrin lingkungan sepertinya masih kurang di negeri ini. Supremasi hukum juga tak memberi ketegasan orang-orang yang merusak lingkungan. Aktivis lingkungan juga tertolak dan jadi kaum minor. Kondisi di atas menunggu siapa?, hutan perlahan habis dan sulit beregenerasi, kecuali manusia sanggup memahami peran dan kontribusi masing-masing. Nah, silahkan memberi kontribusi dari hal kecil untuk perubahan global. (editorial medialingkungan)