Selamat Berdebat Visi, Masyarakat Butuh Kepastian Pangan, Energi, dan Lingkungan

Debat capres dan cawapres Prabowo Sbuianto – Hatta Rajasa dan Joko Widodo – Jusuf Kalla (gambar:greenpeace)
Medialingkungan.com – Debat capres memasuki sesi terakhir malam ini. Tidak jauh berbeda dengan debat perdana silam, kedua pasangan akan tampil secara bersamaan yakni Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dan Joko Widodo–Jusuf Kalla.
Debat pada sesi ini akan menggali gagasan kedua capres dan cawapres tentang pangan, energi, dan lingkungan, sesuai tema yang di berikan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
KPU memilih Rektor Universitas Diponegoro, Sudharto P Hadi, sekaligus seorang ahli lingkungan untuk menjadi moderator debat pamungkas ini.
Dalam debat kali ini, publik akan menilai bagaimana upaya kedua pasang capres ini dalam komitmennya terhadap pemberantasan maslah eksploitasi sumber daya alam, dalam kaitannya dengan tiga topik di atas.
Di tengah polemik persoalan eksplotasi sumber daya alam yang memaparkan ketidakberpihakan atas kesejahteraan masyarakat, kini warga Indonesia dihadapkan pada kontestasi pemilihan wajah yang nantinya akan membawa estafet baru kepemimpinan di cendana nusantara.
Seorang Guru Besar Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin mengatakan bahwa meskipun perhitungan ekonomis lingkungan hidup dapat dikalkulasikan menggunakan formulasi khusus, namun sejatinya fungsi ekologis yang dimilikinya tak terhingga (non-estimate).
Sudah menjadi rahasia publik bahwa laju pertumbuhan penduduk yang tak terbendung, tidak berbanding lurus dengan posisi negara terhadap ketahanannya terhadap pemenuhan kebutuhan dari sektor pangan dan energi.
Catatan kecil pangan nasional
WHO mendefinisikan tiga komponen utama ketahanan pangan, yaitu ketersediaan pangan, akses pangan, dan pemanfaatan pangan. Sementara itu, FAO menambahkan komponen keempat, yaitu kestabilan dari ketiga komponen tersebut dalam kurun waktu yang panjang.
Akses pangan yang dimaksudkan WHO adalah kemampuan memiliki sumber daya, secara ekonomi maupun fisik, untuk mendapatkan bahan pangan bernutrisi.
Badan Pusat statistik (BPS) mencatat, pada tahun 2009, luas lahan untuk memproduksi padi sekitar 12.668.989 dan mampu memproduksi sekitar 62.561.146 ton/tahun. Namun, untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional, Kementan masih melakukan impor beras sekitar 1 juta ton per tahun.
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian (BP2PT) mencatat, rata-rata konsumsi beras di Indonesia mencapai 130 kilogram per kapita per tahun atau lebih dari dua kali lipat konsumsi rata-rata dunia, dimana rata-rata konsumsi beras dunia hanya 60 kilogram per kapita pertahun.
Lingkar traumatik masyarakat
Pakar energi lulusan Intitut Pertanian Bogor (IPB) yang kini menjadi pengajar di salah satu universitas negeri di Makassar, Daud Hammasa mengungkapkan, kebutuhan energi dunia akan terus meningkat — sejalan dengan pertambahan penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Peningkatan kebutuhan bahan energi terutama bahan bakar fosil tersebut telah menyebabkan penurunan cadangan minyak dunia sehingga bahan bakar fosil ini menjadi semakin langka dan harganya pun meningkat secara signifikan.
Ia mencatat, selama tahun 2000-2011, konsumsi energi final meningkat rata-rata 3 persen per tahun. Konsumsi energi final terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, penduduk, industri, dan tansportasi serta kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah. Pertumbuhan rata-rata kebutuhan energi diperkirakan akan terus meningkat sebesar 4,7% per tahun selama tahun 2011-2030.
Tanpa maksud metaforis, namun subsidi BBM dari tahun ke tahun yang cenderung meningkat menimbulkan swasembada energi masih menjadi paradise di angan-angan.
Sebuah lingkar traumatik yang membelenggu masyarakat saat terbisik rumor kenaikan bahan bakar minyak (BBM) yang disebabkan kelangkaan energi yang kian menggerutu di mutiara hijau, Indonesia.
Berbagai kebijakan tertuang namun menelan nasib bangsanya sendiri. Kalau demikian betul, berarti vox dei – vox populi bukan lagi suara Tuhan adalah suara rakyat, melainkan patronase elit politik merupakan manifestasi suara Tuhan di negerinya.
Geliat isu lingkungan
Indonesia saat ini sedang mengalami bebagai macam permasalahan lingkungan hidup yang meupakan imbas dari pembangunan ekonomi. Kondisi yang sekarang dialami Indonesia juga dirasakan oleh beberapa negara berkembang. Dekade pasca perang dingin merubah perpolitikan internasional termasuk dengan adanya isu-isu non-conventional yang mulai menjadi perhatian dalam pengambilan kebijakan politik luar negeri suatu negara.
Kemunculan isu non-convensional ini berhubungan dengan adanya kesadaran bahwa isu ini telah menjadi ancaman tersendiri bagi kelangsungan hidup manusia, terutama negara (state). Hal ini karena dampak yang ditimbulkan dari permasalahan lingkungan hidup juga mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia. Baik berskala local, regional, maupun global. Sampah longsor, kabut asap di Kalimantan dan Sumatra, lumpur panas di Sidoarjo, tumpahan minyak dilautan dan menipisnya lapisan ozon adalah beberapa contoh permasalahan lingkungan hidup
Sebuah penelitian mengungkap bawa besarnya hutang luar negeri negara berkembang memaksa untuk melakukan eksploitasi sumber daya-nya secara berlebihan untuk memperoleh pendapatan yang lebih besar termasuk untuk membayar hutang ke negara maju atas biaya pembangunannya.
Di lain pihak, proteksionisme yang berlebihan oleh negara maju terhadap akses teknologi menyebabkan bertambahnya kesulitan bagi negara berkembang untuk mengembangkan perekonomian dan industrinya pada basis teknologi yang ramah lingkungan.
Hubungan lingkungan hidup dan sistem perdagangan internasional bukan hanya menyangkut pada produk perdagangan saja, namun juga pada proses produksi dan hasil akhir dari produk tersebut (residu) seperti dengan adanya ecolabelling, recycling, packaging, bottling dan sebagainya, yang dapat dikatakan mencakup keseluruhan awal dan akhir produk.
9 juli, potret optimis masyarakat
Tebaran pendidikan politik seantero Indonesia menyiratkan sebuah harapan bahwa masyarakat Indonesia kini telah cerdas menilai dan mendukung figur pemimpinnya kelak.
Jean-Francois Lyotard, seorang filsuf perancis menyeloteh tentang prinsip kesatuan demokratis yang hendaknya berkiprah pada parologi, yakni prinsip yang berani menerima keberagaman realitas, unsur permainan dengan logikanya masing-masing tanpa harus saling menindas atau menguasai.
Jejak pemikiran yang bernaung pada nafas demokratis kini behilir pada tanggal 9 juli 2014, di mana martabat bangsa dan negara dipertaruhkan pada pemegang estafet presiden dan wakil presiden selanjutnya.
Ketahanan pangan merupakan ukuran kelentingan terhadap gangguan di masa depan atau ketiadaan suplai pangan penting akibat berbagai faktor seperti kekeringan, gangguan perkapalan, kelangkaan bahan bakar, ketidak stabilan ekonomi, peperangan, dan sebagainya.
Sambutan sejumlah aktivis lingkungan terhadap pemilihan presiden juga bertaburan. Adalah Greenpeace, salah satu organisasi lingkungan yang mengutus aktivisnya nekat memanjat Gedung Bidakara, Jakarta, Jumat kemarin (04/07). Mereka lantas membentangkan spanduk dengan tulisan, “Selamat Berdebat, Lingkungan Butuh Perlindungan”!.
Kepala Greenpeace Indonesia, Longgena Ginting menyampaikan, ada tiga isu lingkungan yang harus diperhatikan oleh pasangan capres dan cawapres saat ini, yaitu hutan dan lahan gambut yang rentan terjadi kebakaran, air dan laut yang menjadi penopang hidup masyarakat banyak, dan juga energi dan iklim yang bisa menjadi aset penting untuk pemasukan negara. (Editorial Medialingkungan)